Aku masih ingat banget waktu temenku cerita. Dia bilang, Iqbal akan kembali membintangi sebuah judul pilem baru! Aku ketawa, Opo lho? Dilan 3? (Apa emang? Dilan 3?), kataku dengan muka senewen. Maklum, masih kebayang-bayang. Ketika dia bilang judul pilemya 'Bumi Manusia'--adapatasi novel Pram, pula!--aku terkejoed bukan main. Persis reaksiku sewaktu Hugh Jackman memutuskan pensiun dari Wolverine, aku penasaran, Apakah Iqbal bisa pull-off seorang Minke dari stigma Dilan?
Minke, seorang pria muda yang selalu haus akan ilmu pengetahuan. Tapi ngebet pengen jadi londo. Maklum, ketika Surhoff (teman sekelasnya di HBS. Setengah Belanda) mengajak dia berkunjung ke tempat kawan klub sepak bolanya, dia mau-mau saja.
Disana Minke bertemu dengan keluarga Melemma. Robert Melemma (Giorgino Abraham), anak tertua keluarga itu. Annaleise (Mawar Eva De Jough), si mawar cantik tiada tanding, dan Nyai Ontosoroh (Sha Ine Febrianti), seorang nyai yang jauh dari interprestasi Minke tentang perempuan pribumi simpanan meneer Belanda. Dari situlah perjalanan Minke menjelajah Bumi Manusia dimulai.
Nyai Ontosoroh! Tante Ine benar-benar cocok memerankan strong woman satu ini! Totally stole the show! Tiap adegan terasa kuat ketika Ontosoroh ada didalamnya. Karismanya langsung menusuk ulu hatiku, ketika beliau ngendika kepada Minke, Bukan anak pejabat, bukan anak bupati tapi sekolahnya di HBS? Wah, heboh satu bioskop! Sementara Minke cuma bisa diam, persis kaya monyet kecolongan. Mawar Eva juga gokil banget memerankan Annelise, pantas saja Minke klepek-klepek.
Bupati Soerabaia juga begitu! Sewaktu Melemma melaporkan Minke ke polisi, aku sebenernya bertanya-tanya, mengapa surat penangkapanya tertulis panggilan dari Bupati? Aku makin bingung ketika dokar Minke berhenti di Kadipaten. Ah! Ternyata anak ini sekolah di HBS karena dia Anak Bupati! Gitu pakai bohong segala! Menurutku Donny Damara benar-benar menggambarkan tipikal strich-Javanesse-Dad yang kuketahui selama ini. Dialog tak sampluk raimu kene! gets me everytime.
Komedinya fresh. Aku suka bagaimana Hanung menggunakan Darsam sebagai ice breaker yang sangar, wkwk!
Ngomongin set dan sinematografi? Oh, gradingnya! Falcon banget! tapi aku bisa nangkep maksud retronya. Totally okay with that.
Nah, ini nih.
Well, Hanung Bramantyo harus baca hamdalah, karena Nyai Ontosoroh menghadiri 70% adegan Bumi Manusia. Karena tanpa beliau, film ini tak ubahnya drama percintaan dengan latar sejarah. Ketika film dimulai dengan Bahasa Belandanya Surhoff, si indo yang ngebet londo totok, film ini terasa menjanjikan. Tapi begitu Minke ketemu Annelise, plotnya langsung lari terbirit-birit.
Akibatnya, banyak karakter-karakter menarik yang kurang diexplore. Surhoff, contohnya. Obsesinya jadi londo totok nggak pernah dikasih tau origin-nya. Padahal kalau seandainya kita tahu, rasa-rasanya karakter Surhoff pasti bakal lebih mengundang banyak empati. Siapa lagi? Melemma. Bapaknya Minke, Jan Dapperste. Jangankan, Jan. Minke sendiri juga biasa aja. Iqbal rupanya belum bisa pull-off karakter Minke dari stigma Dilan.
Isu-isu yang coba Hanung angkat di film ini juga kurang mengena. Ada alasan yang belum ikut serta didalam aksi Melemma yang brutal, atau tindakan Ah Tjong yang tega membunuh pelanggan setianya. Kemelut Nyai Ontoroh, simpanan meneer yang mengelola perkebunan suaminya. Serta pride Minke sendiri. Semua isu yang membuat Bumi Manusia terbentuk, tak Hanung ceritakan dengan indah, meski bertalu selama tiga jam lebih. Karakter Annalies yang tadinya mengesankan, jadi terasa plain karena development characther yang berlubang.
Ngomongin teknis, aku cuma mau komplain satu hal, ; SET! Hanung Bramantyo selalu keren dalam membuat set jaman dahulu. Makanya kita mengenal dia sebagai spesialis film sejarah Indonesia. Tapi Bumi Manusia? Bih, NO! Secara grading mungkin aku masih bisa diam. Tapi properti dan sebagainya. Aduh, terasa artifisial banget!
Tapi, dengan semua kekurangan itu, bukan berarti Bumi Manusia kehilangan feel. Aku masih nangis kok waktu Anneliese menyerahkan anting pada Minke dan bilang, 'Mas, kita 'kan pernah bahagia. Ingat itu saja!'. Meski `kurang terampaikan dengan baik aku juga masih bisa nangkep maksud cerita ini.
Minke, seorang pria muda yang selalu haus akan ilmu pengetahuan. Tapi ngebet pengen jadi londo. Maklum, ketika Surhoff (teman sekelasnya di HBS. Setengah Belanda) mengajak dia berkunjung ke tempat kawan klub sepak bolanya, dia mau-mau saja.
Disana Minke bertemu dengan keluarga Melemma. Robert Melemma (Giorgino Abraham), anak tertua keluarga itu. Annaleise (Mawar Eva De Jough), si mawar cantik tiada tanding, dan Nyai Ontosoroh (Sha Ine Febrianti), seorang nyai yang jauh dari interprestasi Minke tentang perempuan pribumi simpanan meneer Belanda. Dari situlah perjalanan Minke menjelajah Bumi Manusia dimulai.
Nyai Ontosoroh! Tante Ine benar-benar cocok memerankan strong woman satu ini! Totally stole the show! Tiap adegan terasa kuat ketika Ontosoroh ada didalamnya. Karismanya langsung menusuk ulu hatiku, ketika beliau ngendika kepada Minke, Bukan anak pejabat, bukan anak bupati tapi sekolahnya di HBS? Wah, heboh satu bioskop! Sementara Minke cuma bisa diam, persis kaya monyet kecolongan. Mawar Eva juga gokil banget memerankan Annelise, pantas saja Minke klepek-klepek.
Bupati Soerabaia juga begitu! Sewaktu Melemma melaporkan Minke ke polisi, aku sebenernya bertanya-tanya, mengapa surat penangkapanya tertulis panggilan dari Bupati? Aku makin bingung ketika dokar Minke berhenti di Kadipaten. Ah! Ternyata anak ini sekolah di HBS karena dia Anak Bupati! Gitu pakai bohong segala! Menurutku Donny Damara benar-benar menggambarkan tipikal strich-Javanesse-Dad yang kuketahui selama ini. Dialog tak sampluk raimu kene! gets me everytime.
Komedinya fresh. Aku suka bagaimana Hanung menggunakan Darsam sebagai ice breaker yang sangar, wkwk!
Ngomongin set dan sinematografi? Oh, gradingnya! Falcon banget! tapi aku bisa nangkep maksud retronya. Totally okay with that.
Nah, ini nih.
Well, Hanung Bramantyo harus baca hamdalah, karena Nyai Ontosoroh menghadiri 70% adegan Bumi Manusia. Karena tanpa beliau, film ini tak ubahnya drama percintaan dengan latar sejarah. Ketika film dimulai dengan Bahasa Belandanya Surhoff, si indo yang ngebet londo totok, film ini terasa menjanjikan. Tapi begitu Minke ketemu Annelise, plotnya langsung lari terbirit-birit.
Akibatnya, banyak karakter-karakter menarik yang kurang diexplore. Surhoff, contohnya. Obsesinya jadi londo totok nggak pernah dikasih tau origin-nya. Padahal kalau seandainya kita tahu, rasa-rasanya karakter Surhoff pasti bakal lebih mengundang banyak empati. Siapa lagi? Melemma. Bapaknya Minke, Jan Dapperste. Jangankan, Jan. Minke sendiri juga biasa aja. Iqbal rupanya belum bisa pull-off karakter Minke dari stigma Dilan.
Isu-isu yang coba Hanung angkat di film ini juga kurang mengena. Ada alasan yang belum ikut serta didalam aksi Melemma yang brutal, atau tindakan Ah Tjong yang tega membunuh pelanggan setianya. Kemelut Nyai Ontoroh, simpanan meneer yang mengelola perkebunan suaminya. Serta pride Minke sendiri. Semua isu yang membuat Bumi Manusia terbentuk, tak Hanung ceritakan dengan indah, meski bertalu selama tiga jam lebih. Karakter Annalies yang tadinya mengesankan, jadi terasa plain karena development characther yang berlubang.
Ngomongin teknis, aku cuma mau komplain satu hal, ; SET! Hanung Bramantyo selalu keren dalam membuat set jaman dahulu. Makanya kita mengenal dia sebagai spesialis film sejarah Indonesia. Tapi Bumi Manusia? Bih, NO! Secara grading mungkin aku masih bisa diam. Tapi properti dan sebagainya. Aduh, terasa artifisial banget!
Tapi, dengan semua kekurangan itu, bukan berarti Bumi Manusia kehilangan feel. Aku masih nangis kok waktu Anneliese menyerahkan anting pada Minke dan bilang, 'Mas, kita 'kan pernah bahagia. Ingat itu saja!'. Meski `kurang terampaikan dengan baik aku juga masih bisa nangkep maksud cerita ini.
Halo Dza! Baru sempet blogwalking dan mampir ke tempatmu and I am really surprised! Huhu template barumu bagus bangeeet, ajarin aku dong buat ngedesain codingnya... :(
ReplyDeleteBtw kamu udah baca novel Bumi Manusia-nya? Seems like bakal seru kalau kita juga diskusi tentang itu hehe. Keep up the good works ya, selamat dan semangat jadi kelas 12! :D
Hai, Kak! Wahh aku merasa terhormat blog-ku dikunjungin kakak!
DeleteAku enggak baca Bumi Manusia, sih. Tapi banyak temen-temenku yang emang baca merasa bahwa karakter Minke di novel dan digilm beda banget.
Terimakasih semangatnya!