Begitu Joko Anwar bilang Abang Sancaka akan terbang di bioskop tanah air mulai tanggal 29 Agustus lalu, aku langsung; save the date! Sebagai fans berat MCU, aku selalu mendamba-dambakan Indonesia punya franchise superheronya sendiri. Kalau diingat-ingat, sebenarnya Gundala sudah terdengar gaungnya sejak 2016 lalu. Saat itu, kabarnya Gundala akan digarap oleh Hanung Bramantyo. Tapi tiba-tiba saja Gundala kembali. Kali ini enggak sendirian, tapi dengan Jagat Sinema Bumi Langit. Makanya, aku bener-bener excited. Langsung saja aku pesan tiket, untuk nonton Abang Sancaka, di hari pertama!
Sancaka kecil, hidup diperkampungan kumuh. Ayahnya seorang buruh yang digaji pas-pasan. Hanya bisa berdemo tanpa tahu kapan ditanggapi. Ketika suatu saat aspirasi Sang Ayah didengar, nyawa lah yang menjadi bayaran. Sancaka yang masih SD, harus kehilangan Ayah. Lalu, Ibu--segera setelahnya.
'Belajar, nggak ikut campur urusan orang lain. Kalau lo ikut campur urusan orang lain. Idup lo bakal susah', itulah prinsip Sancaka selama hidup dalam rimba bertajuk kota Jakarta itu.
Dibantu Awang--anak lemah yang takut akan petir itu akhirnya melawan untuk dirinya sendiri. Hingga akhirnya ia tumbuh dewasa, menjadi Sancaka yang tak lagi takut petir. Tapi mengontrolnya
First thing first, Sancaka a.k.a Gundala ini adalah salah satu superhero legendaris Indonesia bersama dengan Sri Asih, Godam, dan Si Buta Dari Gua Hantu. Mungkin itulah alasan, kenapa saat aku datang ke bioskop waktu itu, audi dipenuhi oleh bapak-bapak. Oke, apakah film ini bakal sedewasa itu? Rupanya enggak! Karena ratingnya 13+.
Secondly, Dipenuhi oleh nama-nama menjanjikan, Gundala menjadi terlalu baik untuk diragukan. Pun dengan aktor-aktor sebaik itu, Joko Anwar bisa membuat 60% diantaranya, membeberkan akting super nampol.
Awalnya, ketika liat trailer, aku expect sesuatu yang dark dengan komedi-yah-rada-garing-ya, persis DC. Tapi rupanya aku salah. Komedi yang Joko Anwar pakai, lumayan bisa mengocok perut. Hal yang mungkin DCEU sulit untuk lakukan haha.
Soal setting, nggak diragukan lagi. Indonesia yang distopia ini serasa bukan Indonesia. Tapi lumayan satir dan secara nggak langsung kita kaya ngelihat wajah negara kita sendiri tanpa concealer. Waktu itu, aku mikir sekelebat--mungkin Ridwan Bahri benar, negeri ini memang butuh patriot.
Villain!
Ngomongin villain adalah best part dari Gundala! Why? Karena Bront Palare adalah master! Pengkor adalah the one and only! Kata-kata dia yang ; 'Harapan bagi rakyat itu candu. Dan candu itu bahaya.' Wah! Formula villain yang sangat tepat Jokan! Nggak cuma Pengkor. Ghazul. Ghazul. Ghani. Zulham. Dia adalah favorit. Kalau aku boleh masukin sedikit refrensi, karakter Ghazul yang diperankan Ario Bayu ini hampir mitip seperti Kim Minhyuk dalam komik Reawakan Man. Tipikial bawahan strong, yang lebih kece dari atasan. Love it!
Kelemahan film ini--mungkin karena dia memang dipakai untuk membuka universe kali ya, ada di plot menuju akhir. Yang terkesan terburu-buru. Mungkin karena terlalu banyak memasukan easter egg atau stealing untuk film Bumi Langit selanjutnya. Akibatnya banyak karakter yang cuma menjadi highlight sekilas--contohnya, ya seperti anak-anak pengkor. Padahal diawal premisnya sudh menjanjikan sesuatu--yang ternyata cuma harapan palsu.
Overall, Gundala sudah sangat memenuhi standar sebagai sebuah film pembuka. Dengan nonton film ini, aku jadi sangat bersemangat menuju projek-projek Bumi Langit selanjutnya!
Sancaka kecil, hidup diperkampungan kumuh. Ayahnya seorang buruh yang digaji pas-pasan. Hanya bisa berdemo tanpa tahu kapan ditanggapi. Ketika suatu saat aspirasi Sang Ayah didengar, nyawa lah yang menjadi bayaran. Sancaka yang masih SD, harus kehilangan Ayah. Lalu, Ibu--segera setelahnya.
'Belajar, nggak ikut campur urusan orang lain. Kalau lo ikut campur urusan orang lain. Idup lo bakal susah', itulah prinsip Sancaka selama hidup dalam rimba bertajuk kota Jakarta itu.
Dibantu Awang--anak lemah yang takut akan petir itu akhirnya melawan untuk dirinya sendiri. Hingga akhirnya ia tumbuh dewasa, menjadi Sancaka yang tak lagi takut petir. Tapi mengontrolnya
First thing first, Sancaka a.k.a Gundala ini adalah salah satu superhero legendaris Indonesia bersama dengan Sri Asih, Godam, dan Si Buta Dari Gua Hantu. Mungkin itulah alasan, kenapa saat aku datang ke bioskop waktu itu, audi dipenuhi oleh bapak-bapak. Oke, apakah film ini bakal sedewasa itu? Rupanya enggak! Karena ratingnya 13+.
Secondly, Dipenuhi oleh nama-nama menjanjikan, Gundala menjadi terlalu baik untuk diragukan. Pun dengan aktor-aktor sebaik itu, Joko Anwar bisa membuat 60% diantaranya, membeberkan akting super nampol.
Awalnya, ketika liat trailer, aku expect sesuatu yang dark dengan komedi-yah-rada-garing-ya, persis DC. Tapi rupanya aku salah. Komedi yang Joko Anwar pakai, lumayan bisa mengocok perut. Hal yang mungkin DCEU sulit untuk lakukan haha.
Soal setting, nggak diragukan lagi. Indonesia yang distopia ini serasa bukan Indonesia. Tapi lumayan satir dan secara nggak langsung kita kaya ngelihat wajah negara kita sendiri tanpa concealer. Waktu itu, aku mikir sekelebat--mungkin Ridwan Bahri benar, negeri ini memang butuh patriot.
Villain!
Ngomongin villain adalah best part dari Gundala! Why? Karena Bront Palare adalah master! Pengkor adalah the one and only! Kata-kata dia yang ; 'Harapan bagi rakyat itu candu. Dan candu itu bahaya.' Wah! Formula villain yang sangat tepat Jokan! Nggak cuma Pengkor. Ghazul. Ghazul. Ghani. Zulham. Dia adalah favorit. Kalau aku boleh masukin sedikit refrensi, karakter Ghazul yang diperankan Ario Bayu ini hampir mitip seperti Kim Minhyuk dalam komik Reawakan Man. Tipikial bawahan strong, yang lebih kece dari atasan. Love it!
Kelemahan film ini--mungkin karena dia memang dipakai untuk membuka universe kali ya, ada di plot menuju akhir. Yang terkesan terburu-buru. Mungkin karena terlalu banyak memasukan easter egg atau stealing untuk film Bumi Langit selanjutnya. Akibatnya banyak karakter yang cuma menjadi highlight sekilas--contohnya, ya seperti anak-anak pengkor. Padahal diawal premisnya sudh menjanjikan sesuatu--yang ternyata cuma harapan palsu.
Overall, Gundala sudah sangat memenuhi standar sebagai sebuah film pembuka. Dengan nonton film ini, aku jadi sangat bersemangat menuju projek-projek Bumi Langit selanjutnya!
Comments
Post a Comment