Enam episode yang bikin saya bertanya-tanya 'how the fuck did Mehmed conquered this city?'. Bukan berarti saya enggak tahu sejarahnya, folks. Saya tahu benar bagaimana Mehmed II mengepung Konstatinopel dua bulan lamanya sebelum mengklaim kota itu dan mengganti namanya menjadi Istanbul. Saya juga sangat tahu menaklukan kota, pusat peradapan kristen ortodoks yang dikelilingi tembok empat layer tak tertembus hampir 1.700 tahun lamanya tidak pernah jadi hal yang mudah. Termasuk untuk Mehmed.
Kalau teman-teman belum tahu. Ijinkan saya memberitahu. Baru-baru ini Netflix bikin serial dokumenter bertajuk Rise of Empires. Di season pertamanya, serial ini memberikan kehormatan kepada Mehmed, dengan menceritakan kembali ke'ambis'anya membuktikan hadist nabi tentang penaklukan ibu kota Bizantium tersebut.
Serial ini bukan film pertama tentang Penaklukan Konstatinopel yang pernah saya tonton. Fetih 1453 (2012) arahan Faruk Aksoy adalah pengalaman pertama saya mengamati cerita yang selama ini cuma bisa saya baca di buku sejarah peradaban islam itu. Tapi jujur saja, Fetih 1453 was far from perfect. In fact, it was a bad B class movie. Kredibilitas sejarah yang ditawarkan, detail-detail yang rapi, rupanya masih belum cukup membuat Sang Sultan terikat secara emosial dengan saya--si penonton.
Di sisi lain, Rise Of Empires, justru memberikan kemegahan yang mencengangkan. Bahkan kalau saya boleh bilang, in terms of cinematography this series is perfect. Every shot is paintings.
Mereka bahkan bermain warna untuk menggambarkan mood Mehmed dalam layar kaca. Warna merah ketika sedang bersemangat, warna biru ketika sedih. Semuanya terdeliver dengan baik kepada penonton, terutama karena akting Cem Yigit Uzumoglu dalam memerankan Sang Sultan.
Akting pemain lainya juga sangat mengesankan. Birkan Sokullu menggambarkan dengan luar biasa Gustiniani yang gagah dan berani. Selim Bayratkar juga dengan menarik membawakan seorang menteri kesultanan yang tua dan kuno semacam Halil Pasha.
Yang saya paling suka dari serial ini adalah bagaimana mereka menunjukan ketegangan dari masing-masing pihak yang terlibat. Tidak hanya melihat dari kaca mata Mehmed, saya juga diajak melihat bagaimana Kaisar Konstantin XI merinding melihat meriam Basillic menggerus tembok yang berdiri kokoh mengitari Konstatinopel (meski secara sejarah ini kurang akurat karena Konstantin have seen worst).Masing-masing karakter mulai dari Mehmed sampai Ana si mata-mata Romawi, memiliki motivasi yang jelas sehingga saya bisa dengan mudah mengikuti cerita dari awal sampai akhir.
Sejarah yang minta diceritakan. Begitulah saya menyebut Penaklukan Konstatinopel. Bagaimana enggak begitu? Perjuangan masing-masing pihak yang keuntunganya berpindah dari satu sisi lain ke sisi lain dengan sangat cepat membuat saya bertanya-tanya bagaimana bisa Mehmed akhirnya duduk di tahta Konstatinopel. Ketegangan yang naik turun secara cepat dan drastis memacu saya untuk menghabiskan satu season dalam sekali duduk. Meski secara historis, Rise of Empires masih kehilangan detail, serial ini--so far, adalah yang terbaik dari semua cerita yang berusaha menceritakan peristiwa paling fenomenal di abad pertengahan tersebut. Looking forward for the Second Season.
Comments
Post a Comment